Jum'at 10 Juli 2020
Ditemani bekal nasi kotak, secangkir susu jahe dan beberapa potong jintul goreng yang kubawa dari rumah, rasanya jemari ini sudah rindu untuk bertutur.
Sekali lagi aku diingatkan jangan terlalu sering memandang menggunakan kacamata negatif agar mata, hati, dan pikiran pun tak terlalu lelah. Sebagai orang tua kuakui masih terlalu sering memandang dengan kacamata negatif khususnya pada putri sulungku (maafkan bunda sayang...)
Beberapa hari yang lalu tiba-tiba hpku berbunyi, ada panggilan dari ibuku. Dan cerita sederhana itu pun mengalir dari mulut ibuku merayap melalui telingaku dan akhirnya mengendap di hatiku membawa haru yang nyaris membuat mataku berkabut.
Malam harinnya aku pun sengaja menanyakan langsung pada putriku Disti.
" Kakak tadi siang beneran pulang kerumah eyang cuma mau ambil jemuran?"
" Bener, soalnya langitnya mendung banget bun"
" Tapi kalau mau pergi bilang-bilang, kan uti nyariin. Terus bunda kan ga nyuruh kakak ambilin jemuran kan tinggi nanti kalau jatuh giman coba...?"
" Aku udah bilang kok sama atung, terus aku langsung lari aja"
" Ooo, makasih ya sayang" lalu kukecup keningnya.
Pagi itu sebelum ke kantor aku memang menjemur beberapa pakaian yang sudah kucuci dari semalam. Karena kupikir cuaca agak mendung dan rumah seringkali kosong maka kuputuskan untuk meletakan rak jemuran di teras untuk menjemur pakaian-pakaian besar dan hanya jemuran gantung yang aku letakkan ditempat biasa berharap pakaian anak-anak yang kecil bisa cepat kering untuk disetrika nanti malam. Sebelum berangkat aku titip pesan pada suami untuk meminggirkan jemuran gantung jika hujan atau jika ayah akan berangkat. Namun ternyata pesan itu justru sampai pada Disti putri kecilku.
Membayangkan bagaimana caranya menggapai jemuran-jemuran kecil dengan tubuh kecilnya karena jemuran itu cukup tinggi aku gantungkan disamping teras. Saat aku pulang kulihat masih ada bekas bangku kayu dibawah jemuran itu, bagaimana kalau dia jatuh dan tidak ada yang tahu karena rumah dalam keadaan sepi. Membayangkan dia membawa gulungan pakaian yang dipegangnya erat-erat didadanya sambil berjalan tergesa ke rumah mbahnya kareana takut hujan akan mendahuluinya, mungkin jika ada orang yang melihat bisa jadi akan berpikiran ini anak apa habis diusir.
Diusianya yang menginjak 7 tahun, di balik sifat perasa dan cemburunya dan dibalik sifatnya yang seringkali bikin bunda kesal (karena tidak cukup sekali bunda harus "berteriak" untuk bisa meminta bantuanmu) ternyata dia juga bisa memiliki rasa tanggungjawab atas kesadaran diri sendiri. Meski peristiwa ini terlihat sepele tapi bagiku memiliki makna yang dalam dan kembali menyentak batinku agar memandangmu lebih dekat dan lebih dalam lagi. Seolah kau ingin berkata bahwa aku tak semenjengkelkan yang bunda rasa, aku pun bisa diandalkan seperti yang bunda minta tanpa harus banyak kata. Namun bibir kecilmu yang seringkali bungkam jika bunda bertanya telah menyimpan semuanya di tempat terdalam di hatimu. Membuat bunda mengukir prasangka sepihak tanpa tahu isi hatimu.
Terima kasih sayang, sekali lagi bunda belajar darimu guru kecilku.
*)Merenung disela-sela pekerjaan akhir pekan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Get Well Soon My Sweety
Ini adalah catatan pertamaku di tahun 2022, catatan pertama yang diawali dengan kesedihan. Kesedihan karena tulisan ini aku buat saat seda...
-
Lewat dia, saya belajar Dulu Saya mengenal dekat, seor...
-
Assalamu'alaiukum... Alhamdulillah hari ini bisa sempet ngeblog lagi setelah off beberapa pekan. Sebenernya cuma ingin sedikit berba...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar