Segala sesuatu tergantung pada niatnya, sebagai seorang muslim kita mungkin sudah sering mendengar hadist tentang niat itu. Bahwasanya kita akan mendapatkan atas apa yang kita niatkan.
Akhir tahun 2018 menjelang awal tahun 2019, seperti biasa aku selalu membuat resolusi tahunan. Tahun itu tidak muluk-muluk aku hanya ingin bisa lebih rajin di dapur. Melihat beberapa teman yang ditengah kesibukannya yang padat namun masih sempat menyajikan menu spesial untuk keluarga sungguh membuatku "iri". Iri kenapa aku tak bisa seperti mereka meski aku sadar kemampuan setiap orang tak bisa disamaratakan.
Sebagai menteri keuangan keluarga tentunya aku harus bisa menjaga kestabilan perekonomian. Kenyataannya membeli makanan matang atau makan diluar jelas jauh lebih boros ketimbang masak sendiri. Maka dengan niat mengamankan kondisi ekonomi maka aku harus menguatkan tekad untuk bisa menjalankan resolusi tersebut.
Kebetulan kami sekeluarga memang doyan ngemil, bahkan dipagi hari suami seringkali melewatkan sarapan pagi namun selalu mencari camilan untuk menemani secangkir kopinya. Walhasil sebisa mungkin selalu kusiapkan walau hanya ubi atau singkong goreng. Pagi-pagi yang biasanya antri di warung sarapan ternyata lebih efisien jika dipakai masak sendiri. Setidaknya dipagi hari aku bisa menyiapkan makanan untuk sampai makan siang nanti. Sehingga saat ku tinggal ke kantor aku sudah tenang tak perlu memikirkan menu makan siang untuk kubawa pulang, lumayan ngirit juga dan pastinya lebih higienis.
Bersamaan dikehamilanku yang ketiga justru aku makin rajin menggeluti hobi lamaku bergelut di dapur. Kedua putriku yang memang suka sekali roti dan sejenisnya akhirnya membuatku suka sekali mengeksplorasi aneka resep roti. Padahal jika diingat-ingat dulu saat masih sekolah, berkali-kali aku membuat roti dan berkali-kali pula aku gagal. Entah kenapa kali ini semuanya terasa lebih mudah dan tentunya mengasyikan.
Sedikit cerita dulu sebelum menikah aku selalu membayangkan ingin sekali punya rumah dengan dapur impian yang bisa membuat aktivitas memasakku jadi menyenangkan. Dan kenyataannya kini kami sekeluarga masih tinggal di pondok mertua indah, jangankan dapur impian yang ada ibu mertuaku masih suka menggunakan tungku meski sudah ada kompor gas. Namun ternyata aktivitas memasakku tetap menyenangkan, seru dan pastinya membahagiakan. Apalagi jika kedua putriku sudah memuji roti buatan bundanya dan melihat hasil karyaku habis dalam sekejap sepertinya rasa lelahku terbayar tunai.
Jadi teringat tulisan seorang kawan bahwa bukan seberapa indah dapur kita melainkan sebanyak apa cinta yang kita sajikan untuk keluarga. Tak perlu menunggu punya dapur impian untuk bisa menyajikan menu spesial untuk keluarga, asalkan ada niat masak pakai apa pun jadi.
Tak jauh berbeda maka untuk bisa menulis selama 30 hari berturut-turut pun pasti bisa asalkan ada niat yang kuat untuk melakukannya bagaimana pun kondisinya.
Teringat seorang kawan yang dahulu menjadi jalanku bertemu dengan salah satu forum kepenulisan. Dia yang kuketahui berprofesi sebagai loper koran ternyata seorang penulis yang karyanya sudah dimuat diberbagai media masa. Kini bukunya baik solo maupun antologi telah terbit ditengah keterbatasan fasilitas menulis yang dia miliki. Dia memanfaatkan warnet dan rental untuk mewujudkan cita-citanya sebagai penulis, dengan sepedanya dia sanggup menempuh jarak puluhan kilometer untuk mewujudkan mimpinya itu. Sungguh sosoknya membuatku malu yang masih seringkali mencari alasan untuk tidak menulis padahal fasilitas yang kumiliki jauh lebih memadai untuk itu.
Semoga di 30DWC ini bisa menjadi resolusi tahunanku untuk bisa kembali rutin menulis sehingga cita-citaku menjadi seorang penulis (yang bisa menerbitkan buku solo) semakin dekat untuk diwujudkan.
Aku selalu yakin bahwa niat baik insya allah akan diberikan jalan yang baik pula. Maka apa pun jalan yang kita tempuh untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita kita niatkanlah untuk sebuah kebaikan.
*Mari nikmati sepotong pizzanya😘
Tidak ada komentar:
Posting Komentar