Kamis, 27 November 2025

Bukan Kompetisi (Anak Bukan Pemuas Ego Orang Tua)

 


"Seneng ya anaknya nurut-nurut ga kaya anakku bandel banget"

"Ih anaknya pinter-pinter, pasti orang tuanya bangga. Coba anakku bisa seperti itu"

Siapa sih orang tua yang tidak ingin punya anak pintar, penurut, berprestasi dan sederet hal membanggakan lainnya. Tapi ingat bahwa itu semua butuh proses yang tak instan, butuh pengorbanan yang mungkin tak pernah orang lain tahu.

Salah seorang teman dari putriku mengaku bahwa dia merasa tertekan dan sering menangis sendiri di kamar. Dia tinggal bersama kakeknya karena orang tuanya harus bekerja di luar kota, kakeknya sangat keras mendidiknya seolah semua harus sempurna, tidak boleh ada nilai jelek, selalu ada hukuman disetiap kegagalan. Bisa dibayangkan seperti apa perasaan dia menjalani hidup seperti itu.

Dilain kesempatan aku pernah melihat sendiri seorang ibu dengan nada keras memarahi anaknya yang mungkin baru berusia sekitar 8/9 tahun. Saat itu si anak baru saja keluar dari ruangan selesai mengikuti lomba, sambil membahas satu persatu soal si ibu terlihat geram jika melihat jawaban si anak salah. Sampai terlontar kata-kata "Kamu bodoh banget sih, soal segampang ini aja masa nggak bisa!". Tak pelak si anak yang mungkin sedari tadi sudah menahan air matanya akhirnya terlihat menangis sesenggukan sambil terus berusaha mengusap air mata yang jatuh. Aku yang melihat adegan itu rasanya kok miris sekali, di depan umum saja sang ibu berani memarahinya seperti itu bagaimana jika di rumah.

Seorang anak tak pernah meminta lahir ke dunia ini, kitalah yang memintanya hadir. Saat dia hadir sejuta harapan dan mimpi-mimpi seolah langsung dibebankan kepadanya. Tak salah jika memanjatkan beribu doa dengan harapan terbaik untuk sang buah hati tapi jangan pernah lupa bahwa doa saja tak cukup. Harus ada ikhtiar yang dijalani, harus ada usaha dan proses berulang yang dilakukan untuk bisa mewujudkan harapan-harapan itu, tidak bisa instan, 

Memang ada beberapa anak yang dikaruniai kelebihan sedari lahir tapi yakinlah dia juga pasti punya kekurangan. Intinya sebagai orang tua kita harus siap menerima kehadirannya dengan segala kelebihan dan kekurangan yang melekat pada diri anak kita. Tak usahlah banding-bandingkan mereka dengan anak-anak lain. Jangan terlalu menuntut mereka dengan setumpuk mimpi yang bisa jadi itu adalah mimpi-mimpi kita yang dahulu belum tercapai. Jangan korbankan anak hanya untuk memuaskan ego kita sebagai orang tua. 

Setiap anak lahir dengan garis takdirnya masing-masing. Biarkan mereka melalui prosesnya secara alami tanpa dipaksakan, biarkan mereka merasakan sakitnya jatuh/ gagal, biarkan mereka belajar bagaimana caranya bangkit dari kegagalan. Setiap anak memiliki momentumnya masing-masing, tak harus sama dengan anak lainnya. Mendidik anak bukanlah kompetisi siapa yang paling hebat, melainkan proses panjang yang harus dijalani dengan penuh kesabaran dan rasa syukur. Sabar sebesar apapun kesulitan yang dihadapi dan bersyukur sekecil apapun hasil yang telah dicapai.

Kita sebagai orang tua cukup mendampinginya, memfasilitasi sebisa yang kita mampu, menasehati dan memberi masukan tanpa menghakimi. Yakinlah bahwa setiap anak itu hebat, tugas kita mendampingi mereka menemukan kehebatannya itu. Hebat yang memang murni lahir dari dalam dirinya, bukan semata-mata menuruti kemauan kita orang tuanya.

Mari kita sama-sama belajar memperbaiki diri kita sebagai orang tua sebelum memperbaiki anak kita. Catatan ini bukan untuk menggurui tapi sebagai refleksi dan juga pengingat diri agar mau terus berbenah menjadi lebih baik lagi. Semangat 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menemukan Kedamaian (di Usia Matang ) Part-2 end

       Sesuai janji saya di catatan sebelumnya, dicatatan kali ini akan dijelaskan langkah-langkah bagaimana kita memaafkan. Berikut ini ada...