Selasa, 27 Januari 2015

Take a deep breath (Kutahan amarahku)



Kemarin tak sengaja saya menemukan sebuah artikel yang menurut saya pribadi cukup mengena. Sebagai istri tentunya kitapun hanya perempuan biasa yang juga kadang terbawa emosi dan 'bisa marah'. Suami juga bukan lelaki sempurna yang sikap dan tutur katanya selalu menyenangkan hati kita para istri. Sebagai pasangan suami istri kami juga kadang terpancing emosi jika ada sikap dan atau tutur kata pasangan yang kurang 'sreg' dihati atau bahkan menyakitkan hati. Namun setelah membaca artikel ini setidaknya saya akan lebih berusaha mengontrol emosi, bukankah sebagi perempuan sebaiknya kita memiliki hati yang jauuuuuuuuh lebih lapang agar bisa lebih sabar :)

Berikut artikel ini saya copas dari: http://www.kabarmuslimah.com/kutahan-amarahku-suamiku/

Suatu hari, dua orang wanita yang bersahabat saling bertemu dan bertukar cerita. Salah satu dari mereka lalu mengungkapkan rasa penasarannya bahwa sahabatnya terlihat sangat jarang sekali marah kepada sang suami, atas bagaimanapun perlakuan yang diterimanya.Lalu sang sahabat berkata….Ketika kemarahan itu sudah sampai diubun-ubun, lalu aku masih menahannya dan mencoba tetap mendidik diriku untuk tetap mengingat, betapa jasanya yang dalam himpitan kesusahan, lelah dan penat, dia berusaha mencukupi nafkah untuk aku dan keluargaku. Dan tidak jarang pula, akhirnya dia melupakan perawatan atas dirinya sendiri. Aku seperti halnya kamu, adalah seorang wanita yang diciptakan lebih lemah dari pada lelaki. Dan saat kelemahanku itu hadir dan mengusik mereka, seribu satu kemakluman beliau hadirkan untuk tetap mengerti kekuranganku sebagai wanita. Terkadang keegoisan kami sama-sama datang, namun naluri mengalahnya atas perempuan manja yaitu aku, akan segera dimunculkan olehnya. Direngkuhnya aku dan terucaplah perkataan maaf. Dan, dari disanalah perdamaian kami tercipta. Dan kamipun semakin bertambah mesra.Tapi….Tidak jarang pula, ketika rasa “keunggulannya” sebagai lelaki hadir dan membuatnya sedikit terbawa dalam ego, hal itu memang membuatku sedikit sakit hati, yah aku kan hanya manusia. Namun kesempatan itu tidak aku sia-siakan, aku tata batinku sedemikian rupa sehingga aku terlihat menyenangkannya dalam luasnya hatiku menerimanya. Aku yakin, Allah yang Maha melihat akan lebih ridho kepadaku saat itu.

Saat tiada teman berbagi, dialah yang menyediakan pundaknya yang kuat untukku menangis. Kekuatan pikiran dalam logisnya dia berpikir, yang jelas-jelas memang lebih kuat dari pada aku, akhirnya memberi ruang bagiku sejenak untuk merasa nyaman dan terlindungi. Sekuat-kuatnya wanita didunia ini, tapi sesuai dengan fitrahnya, wanita tetap dan pasti akan merasa butuh diayomi oleh laki-laki.
Rasanya tiada teman yang paling pantas aku akrabi selain suamiku. Dan memang sebagai manusia biasa, dia tidak akan lepas dari kekurangan, seperti halnya aku. Lalu setelah semua itu aku sadari, untuk alasan apalagi aku harus menuntutnya menjadi sempurna? Dan dalam keterbatasan serta kekurangannya sebagai manusia, masih pantaskah aku menuntutnya untuk harus selalu berlaku dan memberi lebih kepadaku? Dan bukan berarti aku merendahkan diriku sendiri atasnya, namun… dengan kalimatku ini, aku mencoba sadar diri, betapa aku mempunyai banyak kekurangan sebagai wanita. Dan dia tetap memilih aku, dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu hidupnya denganku, membimbing, mengayomi, dan menafkahi aku. Lalu… berilah aku satu alasan, dari celah mana aku bisa tetap beralasan untuk tidak bisa menahan lidahku atas suamiku?

Dengan menahan kemarahanku padanya, insyaAllah akan memberi gambaran jelas tentang diriku, istrinya, yang sebenar-benarnya. Jika aku selama ini belum dapat membuatnya bangga, mungkin saat inilah yang tepat bagiku mengukir kenangan yang dapat membanggakannya. Membuatnya bangga bahwa aku adalah istri yang dapat tetap mengertinya, bahkan dalam keadaan marah sekalipun. Setelah itu, aku yakin dia akan berkata pada hatinya, bahwa dia bersyukur telah meletakkan pilihan atas separoh hidupnya kepadaku.
Dan apakah kau tahu, bahwa suamiku adalah ladang amal yang InsyaAllah akan membawa ku kepada surga Allah yang abadi. Keridhoannya adalah kunci pembuka pintunya, dan mengalah sedikit bukan berarti menjadi budaknya, namun sikap sabar itu yang justru akan memuliakan kita dihadapannya.

Maka, aku belajar untuk tidak merelakan hidup dan hatiku diatur oleh rasa. Rasa amarah, rasa benci, dan apapun yang justru akan membelokkan fokusku dari menghimpun pahala dari sang maha kuasa. Maka dari itu pula, aku ingin mencintai suamiku karena Allah. Hanya karena Allah saja. Jadi setiap kali aku marah kepadanya, aku akan kembali mengingat Allah dan mengingatnya hanya sebatas manusia yang penuh dengan kekurangan, seperti halnya aku. Hal itu yang menjauhkanku dari penghakiman apapun atas suamiku. Setelah itu, betapa hanya keteduhan yang akhirnya memenuhi hatiku, dan hilanglah amarahku.

Dari Ibnu Umar ra. berkata, Rasullullaah SAW. Bersabda :
“Setiap orang di antaramu adalah penanggung jawab dan setiap orang diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah penanggung jawab atas umatnya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang suami penanggung jawab atas keluarganya, ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang istri penanggung jawab atas rumah tangga suaminya (Bila suami pergi), ia diminta tanggung jawab atas kepemimpinanya.“ ( HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi )

Semoga artikel diatas bisa bermanfaat dan bagi yang tidak berkenan mohon maaf, saya hanya ingin mengingatkan diri saya pribadi. Dan masih berkaitan dengan menahan amarah ditegaskan pula oleh beliau Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya: “Orang hebat bukanlah orang yang selalu menang dalam pertarungan. Orang hebat adalah orang yang bisa mengendalikan diri ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rabu, 14 Januari 2015

Untuk para Manajer Keuangan keluarga


Sebagai seorang istri kita harus bisa jadi manager keuangan yang 'hebat' kalau tidak mau 'perusahaan' kita gulung tikar. Berapapun penghasilan rumah tangga kita harus mampu dikelola dengan baik, baik sumbernya berasal dari satu pintu (hanya suami yang bekerja) atau dua pintu (sumai istri bekerja) tetap harus ada pengelolaan yang baik dari sang manager keuangan. Sejak sebelum menikah saya sendiri sudah sering membaca buku maupun artikel mengenai bagaimana mangatur keuangan keluarga dan semuanya memiliki versi yang berbeda dan kita bisa mngadopsinya sesuai kebutuhan. Berikut ini sedikit berbagi saja dari salah satu artikel yang pernah saya baca.

 Mengatur keuangan rumah tangga memang sudah biasa bagi yang mengerti ilmunya. Namun, bagi yang awam finansial, mengatur gaji supaya cukup untuk kebutuhan sebulan dirasa sangat sulit. Berapapun gaji Anda, memiliki kemampuan untuk mengelolanya adalah lebih penting, sehingga kebutuhan Anda tercukupi dan Anda tidak merasa pusing.

Oleh karena itu, ada baiknya Anda menyimak 7 tips mengelola gaji berikut ini, supaya Anda lebih paham dan lebih bijak bagaimana mengelola gaji Anda. Semoga bermanfaat!


1. Patuhi Anggaran Belanja Rumah Tangga
Mengelola keuangan didahului dengan pembuatan anggaran belanja yang jelas. Rencana keuangan ini dapat disesuaikan dengan keadaan masing-masing rumah tangga dan tentunya berapa jumlah gaji Anda. Usahakan, pengeluaran tidak lebih besar dari pendapatan (walaupun pada kenyataanya, seringkali total pengeluaran kita selalu lebih besar dari pemasukan).

Jika sudah membuat anggaran belanja, usahakan untuk mematuhinya. Anda harus berkomitmen untuk mematuhi apa yang sudah Anda susun sendiri, sesuai dengan pos-pos yang telah diibuat.

Menurut Ahmad Ghozali, alokasi dana untuk “menghabiskan” gaji secara ringkas adalah sebagai berikut:

    Zakat, infaq dan sedekah 2,5% hingga 10%
    Melunasi/cicilan hutang maksimal 30%
    Saving, investasi, asuransi 10%
    Sisanya 50-70% (jika hutang Anda sedikit) bisa Anda habiskan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

2. Pisahkan Rekening Belanja dan Tabungan
Minimal, bukalah 2 rekening bank yang berbeda yang berfungsi sebagai rekening transaksi dan satunya lagi sebagai rekening tabungan. Untuk Rekening transaksi, Anda bisa menempatkan uang belanja Anda untuk digunakan sewaktu-waktu. Namun, khusus untuk rekening tabungan, usahakan rekening yang “sulit dicairkan”. Anda bisa menyimpannya di rekening bank tanpa ATM dan tak berbiaya (seperti TabunganKu) atau menginvestasikannya dalam bentuk emas. Tujuannya adalah agar Anda tidak tergoda untuk mengotak-atik rekening tabungan Anda secara bebas.


3. Biasakan Sedekah dan Menabung di Awal
Salahs atu kesalahan dalam mengelola keuangan rumah tangga adalah tidak memerhatikan cara bersedekah dan menabung yang benar. Biasakan untuk mengeluarkan sedekah di awal, supaya gaji yang Anda terima menjadi berkah dan “dicukupkan” oleh Allah Allah SWT sampai akhir bulan. Banyak dari kita yang tak memerhatikan ini sehingga berkah gaji pun tak dapat dirasakan. Jangan hanya “menyisihkan”, namun betul-betul keluarkan dengan niat yang benar.

Begitu pula dengan menabung, langsung potong gaji Anda dan masukkan ke rekenig tabungan sejak awal. Menabung di akhir hanya akan membuat Anda tak memiliki tabungan selamanya.


4. Lunasi Hutang dan Cicilan

Jika Anda memiliki htang baik berupa cicilan rumah, kendaraan, maupun kartu kredit, segera sisihkan dana maksimal 30% dari pendapatan Anda untuk pos pengeluaran ini. Jangan sampai Anda terlena sehingga hutang makin mengggunung tanpa Anda sadari. Ingat, hutang wajib dibayar, meskipun Anda sudah meninggal. Segerakan membayar hutang.


5. Catat Pengeluaran dengan Tertib
Hal ini mungkin agak sulit dilakukan, namun cobalah belajar untuk mencatat setiap pengeluaran Anda sekecil apapun. Dengan rajin mencatat pengeluaran, Anda akan tahu kemana uang gaji Anda mengalir.


6. Bersikap Hemat
Untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan gaji yang minim (atau tetap), maka diperlukan kreativitas dan sikap hemat pada seluruh anggta keluarga. Sikap Hemat akan membuat kita dapat lebih menghargai uang yang kita peroleh dengan susah payah. Berhemat juga merupakan sikap yang baik, sehingga kita tidak terjerat utang konsumtif yang akan berujung pada penderitaan dan penyesalan.


7. Cerdas Menggunakan Kartu Kredit
Sebagian orang membutuhkan kartu kredit untuk kelancaran bertransaksi. Membayar belanja online, misalnya. Namun, mengingat kartu kredit dapat menjerumuskan Anda pada konsumerisme, sebaiknya Anda bijak dalam menggunakan kartu kredit. Bila tak mendesak, jangan pernah menggunakan kartu kredit, supaya gaji Anda tak digerogoti “hantu” kartu kredit ini.

(sumber: http://www.fimadani.com/ini-dia-7-tips-mengelola-gaji/)

Itu tadi sedikit tips yang bisa dibagi, alhamdulillah saya sendiri sejak smp sudah diberi kepercayaan untuk mengatur sendiri keuangan pribadi dengan mulai diberi uang saku per-minggu kemudian terus meningkat per-bulan hingga kuliah dan dengan jumlah yang bisa dibilang lebih sedikit dari uang saku teman-teman saya pada umumnya. Jadi setelah bekerja dan sekarang berumah tangga Insyaallah berapapun penghasilan keluarga kami insyaallah tidak terlalu sulit mengaturnya walau kadang harus lebih berhemat dan prihatin, yang penting kebutuhan utama tetap tercukupi.

Dan perlu diingat berapapun penghasilan kita ada unsur 'keberkahan' yang kadang tidak kita sadari dimana meski penghasilan dirasa sedkit tapi Insyaallah ada Allah SWT yang akan mencukupkan karena kalkulator manusia tidak sama dengan kalkulator Allah. Semoga kita selalu didekatkan dengan pekerjaan dan orang-orang yang mendekatkan kita pada-Nya sehingga Allah SWT selalu memberkahi rizki yang Allah berikan pada kita dan keluarga kita. Aamiin

Selasa, 13 Januari 2015

Siapa yang menyebabkan aku disini?! (Part 1)*



27 Oktober 2009
Aku masih yakin apapun dan bagaimanapun, semua yang terjadi dimuka bumi ini sudah diatur sedemikain rupa oleh-Nya…
***
Hari ini, sebuah pertanyaan berkecamuk dalam hatiku. Pertanyaan yang mungkin sudah lama ada dipikiranku namun sudah lama pula mengendap karena kuberusaha tak memikirkannya. Benarkah keberadaanku “disini” hanya karena Allah?
Kuseret kembali ingatanku ke satu tahun silam, ya kurang lebih satu tahun yang lalu sebelum kuberada ditempatku saat ini. Aku memang telah berjanji dalam hatiku sendiri bahwa akan melakukan apapun demi membahagiakan kedua orang tuaku, ku yakin hal yang sama juga pasti dilakukan oleh sebagian besar mereka yang sangat menyayangi kedua orang tuanya. Dan satu tahun yang lalu janjiku kembali dipertanyakan, mereka memintaku kembali kerumah dan bekerja saja didaerahku. Kebetulan saat itu sedang ada seleksi CPNS di daerahku dan keinginan terbesar kedua orang tuaku adalah aku mau mengikuti seleksi tersebut. Bekerja dilingkungan swasta memang tak ringan namun saat itu aku sedang benar – benar menikmati pekerjaanku yang belum genap satu tahun itu. Haruskah aku mengingkari janjiku?
Konflik batin tak elak aku alami yang membuatku benar – benar bimbang. Antara egoku dan keinginan membahagiakan kedua orang tua berusaha memperebutkan perhatianku. Hingga akhirnya janjikulah yang menang. Aku sadar hingga detik ini belum bisa memberikan apapun untuk menggantikan semua kasih sayang dan perhatian kedua orang tuaku hingga aku seperti ini. Mungkin dengan mengikuti kemauannya itu bisa jadi sedikit jalan bagiku untuk membalas semua pengorbanannya. “Apa sih susahnya ikut tes? kalo ga lulus toh saat ini aku juga sudah bekerja” itu yang ada dibenakku. Meski ternyata tak mudah juga karena aku harus “kucing – kucingan” dengan atasan dan teman – teman ditempatku bekerja, diswasta memang aturannya cukup ketat terlebih kontrakku juga belum genap satu tahun.
Allah mendengar doa kedua orang tuaku…aku lulus dan diterima bekerja di lingkungan pemerintah daerah tempat tinggalku. Betapa bahagianya bapak dan ibu mendengar berita itu, bagaimana denganku? Perasaanku biasa saja, tidak ada luapan kebahagiaan yang aku ekspresikan selain ucapan syukur karena aku masih diijinkan mengukir senyum bahagian diwajah kedua orang tuaku. Dengan didukung alasan bahwa orangtuaku ingin aku pulang, akhirnya atasan di tempat lamaku berkerja mengijinkanku mengundurkan diri meski belum menyelesaikan kontrak.
***
Selang satu setengah bulan setelah kumengundurkan diri, akhirnya kumulai bekerja dikantorku yang baru. Sungguh lingkungan kerja yang jauh berbeda dengan tempat kerjaku dulu dimana lingkungannya benar – benar kondusif dan “terjaga”. Sekarang kuharus mulai beradaptasi lagi dilingkungan yang lebih heterogen. Sampai akhirnya aku muali menyadari satu hal yang mungkin ini akan membuat orang lain berpikir “miring”. Bapakku pensiun kurang lebih satu setengah bulan setelah aku mulai aktif bekerja dikantor yang baru yang kebetulan kantor yang sama dengan tempat bapakku bekerja. Beberapa kalimat dengan nada negatifpun beberapa kali mampir ditelingaku. Aku memang sudah mempersiapkan diri mendengar kalimat – kalimat itu saat ku tahu bahwa aku akan ditempatkan satu kantor dengan bapakku. Namun yang ada dibenakku bahwa masalah penempatan bukan wewenang bapakku, apalagi bapak juga bukan siapa – siapa. Aku tahu pasti bapakku bukan pegawai yang suka “macem – macem”, bahkan ada yang bilang bahwa bapakku itu 'kelempengen'.
Hari ini, setahun kemudian aku bukan lagi berada diposisi peserta seleksi melainkan panitia seleksi. Dan siang tadi saat rapat kordinasi dan ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan mengenai system seleksi, pertanyaan yang sudah lama mengendap itu muncul lagi. Benarkah keberadaanku “disini” hanya karena Allah? 

*)Catatan lama yang baru sempat posting (bersambung......)

Melayani dan Memaafkan (Dari Episode Terakhir CHSI)

Melayani bukan menuntut, memaafkan bukan menyimpan dendam (kurang lebihnya begitu), bagi penggemar sinetron CHSI pasti inget kata-kata ini. Itulah kata-kata terakhir yang diuacapkan Hana sebelum sinetron yang diangkat dari Buku Mba Asma Nadia itu berkahir.

Aku sendiri sebenarnya bukan penggemar berat sinetron tapi karena ibu mertua yang sebisa mungkin selalu nongkrongin itu sinetron jadi mau nggak mau kadang jadi ikutan nonton deh. Tapi waktu episode terakhir aku tak sengaja sedang mengganti chanel tv karena kebetulan ibu sedang menginap dirumah adik iparku (bebas deh ganti-ganti chanel). Aku hanya kabagian ujung ceritanya dan sempat dikomentarin suami gara-gara aku bilang "wah alamat bubar nih kalau Karin sudah tobat" dan ternyata memang bener episode terakhir.

Kembali ke kata-kata Hana Sasmita yang diperankan oleh Dewi Sandra yang kini sudah memutuskan berhijab, "Melayani bukan menuntut, memaafkan bukan menyimpan dendam". Hingga tulisan ini aku buat aku masih terus merenung, sejauh pernikahan kami apakah aku sudah cukup dalam mealayani suami atau justru suami merasa aku terlalu banyak menuntut? Apakah aku sudah benar-benar bisa memaafkan setiap kesalahan suami atau hanya berusaha mengabaikannya yang tidak menutup kemungkinan bisa menyimpan dendam? Jawabannya mungkin hanya Allah dan hati kecilku yang tahu.

Sebagai seorang istri aku juga perempuan normal seperti istri pada umumnya yang juga memiliki keinginan-keinginan terhadap suaminya namun apakah keinginan-keinginan itu berubah jadi tuntutan-tuntutan? maafkan aku ya Allah yang masih terlalu banyak menuntut tanpa sadar bahwa diri ini masih belum banyak memberi dan melayani keluargaku (suami dan anakku). Semoga kedepannya aku bisa benar-benar melayani keluargaku sebagai istri dan ibu tanpa pamrih kecuali ridho Allah SWT semata.

Tak ada manusia sempurna dan tak ada manusia yang tak pernah berbuat salah begitu juga antara pasangan suami istri. Perempuan sebagai istri dan ibu memang harus menyiapkan hati seluas telaga yang mampu menetralisir seberapun banyak 'garam' yang dimasukan kedalamnya. Memaafkan setiap kesalahan dan rasa sakit yang pernah tertoreh dihatinya baik dari orang terdekat sekalipun dan membuangnya jauh hingga tak tersisa dendam sedikitpun.

Semuanya bukan pelajaran  yang bisa diselesaikan hanya dalam hitungan seperti pendidikan dibangku sekolah tapi semuanya adalah pelajaran seumur hidup yang terus berproses untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Untuk semua sahabat dan saudariku sesama istri dan ibu semoga kita bisa terus melayani keluarga kita dengan sebaik-baiknya hingga Allah SWTyang 'memberhentikan' tugas yang mulia ini. Dan juga mampu memafkan setiap titik kesalahan yang telah merekan torehkan dihati kita dengan selapang-lapangnya dada.

Dengan mengingat kembali tujuan awal kita saat mantap melangkahkan kaki memasuki gerbang pernikahan hanya untuk meraih ridho Allah SWT, Insyaallah akan memperingan langkah kita. Insyaallah ( Wallahu A'lam Bishawab )

Kamis, 08 Januari 2015

Alhamdulillah... (Catatan Pertama 2015)

Ini catatan pertamaku di 2015

Alhamdulillah....
Kemarin 7 Januari 2015 tepat 23 bulan Adistia Azkadina Mufidah jadi kurang satu bulan lagi tepat 2 tahun, waktunya untuk belajar menyapih meski ga tega dan bakalan kangen masa-masa 'asi'. Sekarang nafsu makan Disti sedang moody banget tapi pastinya lagi ga begitu interest sama yang namanya nasi. Disti lebih tertarik 'menjambal' sayur dan lauk pauk ketimbang harus memakannya bersama nasi, tapi alhamdulillah sekarang Disti sudah mulai mau belajar minum susu formula walau dengan penuh perjuangan dan sedikit demi sedikit sekali jadi nanti setelah disapi tetap minum susu ya.... Sehat selalu ya sayang dan terus tumbuh jadi anak yang salehah, tambah pintar dan nurut sama ayah bunda.

Alhamdulillah...
Usaha suami untukk membuka toko pertanian sendiri Alhamdulillah masih berjalan dan mulai menunjukkan perkembangan yang bagus, semoga terus diberi kelancaran dan kemudahan serta selalu dibukakan pintu rizkiNya baik dari arah yang tak diduga-duga. Insyaallah bunda selalu siap membantu meski untuk sementara kita harus hidup lebih prihatin toh kedepannya buat anak-anak kita nanti. Bunda jadi ingat mind map yang bunda buat setelah kita menikah dan sekarang kita sedang meniti cabang kedua semoga Allah mengabulkan doa dan keinginan Ayah untuk bisa menghajikan Ibu (aamiin). Semangat ya Ayah.....semoga Allah selalu menyertai langkahmu dan melapangkan hati pikiranmu untuk menerima petunjuk dan hidayah-Nya (Bunda dan Disti sayang Ayah)

Alhamdulillah...
Aku sendiri masih bisa menikmati suasana pagi hari yang selalu memacu adrenalin berharapa bisa menyelesaikan semua pekerjaan rumah dan tidak terlambat ke kantor. Menyiapkan sarapan sambil 'wira-wiri' meladeni Disti yang kalau moodnya lagi jelek mintanya diambilkan ini itu cuma sama bunda, agak lebih santai kalau Disti sedang bagus moodnya jadi mau ditemani Ayah atau Eyang. Aku yang masih sering terlambat ke kantor karena Disti kadang mogok mandi, mau makan disuapin bunda, mogok nggak mau kerumah mbah (masa mau dirumah sendirian), atau accident di pagi hari yang tak terduga (benar-benar crowded). Namun akhir-akhir ini rasanya ada yang hilang, aku kehilangan waktu soreku berjalan-jalan bersama Disti karena memang lagi musim hujan sih tapi juga karena Disti sekarang lebih sering main dirumah mbah atau kalau sedang dirumah Disti lebih suka main masak-masakan didalam rumah jadi nggak mau kumpul bareng teman-temannya jalan-jalan sore.

Apapun dan bagaimanapun yang penting sampai detik ini aku masih enjoy menikmati peranku sebagai ibu dan seorang istri dengan pekerjaan sampingan sebagai wanita karir (hehehe....) dan sampai detik ini juga masih belum memutuskan untuk kembali mencari asisten rumah tangga (mungkin nati ya kalau sudah ada adeknya Disti...^_^). Terima kasih Ya Allah atas segalanya semoga Kau jadikan hamba dan keluarga hamba menjadi orang-orang yang bersyukur, jangan pernah Engkau cabut rasa syukur dari hati kami. Semoga kami bisa menuliskan sejarah manis di tahun ini tentunya dalam ridho dan naungan cinta-Nya. (Aamiin)


"Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun waj’alna lilmuttaqina imama"

Get Well Soon My Sweety

  Ini adalah catatan pertamaku di tahun 2022, catatan pertama yang diawali dengan kesedihan. Kesedihan karena tulisan ini aku buat saat seda...