Rabu, 09 September 2009

Sejenak Saja

Postingan ini ku dapat kemarin dari sebuah grup yang aku ikuti, semoga bisa jadi bahan renungan bagi yang membacanya:

Renungkan Sejenak...
18 Ramadhan 1430 H.

Firman Allah :
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Q.S. Al-Hasyr:7)

Nabi Saw bertanya kepada malaikat Jibril As, "Wahai Jibril, tempat manakah yang paling disenangi Allah?" Jibril As menjawab, "Masjid-masjid dan yang paling disenangi ialah orang yang pertama masuk dan yang terakhir ke luar meninggalkannya." Nabi Saw bertanya lagi," Tempat manakah yang paling tidak disukai oleh Allah Ta'ala?" Jibril menjawab, "Pasar-pasar dan orang-orang yang paling dahulu memasukinya dan paling akhir meninggalkannya." (HR. Muslim).

Kalau kita perhatikan Hadist diatas, sungguh amatlah terang dan jelas apa yang dimaksud oleh Hadist yang sanadnya shahih tersebut. Pasar-pasar yang dimaksud diatas, dapat juga diartikan sebagai Mal-mal atau sejenisnya dalam situasi sekarang.

Tapi tengoklah realita yang terjadi sekarang. Berapa banyak diantara saudara-saudara kita bahkan sering terbaca berulang-ulang di situs pertemanan seperti facebook, diantara kita saling bertukar info dan membuat janji pertemuan di Mal-mal, menganggapnya hal tersebut adalah hal yang wajar-wajar saja dan dimaklumkan sebagai penyesuaian atas keadaan zaman. Berlama-lama di dalam Mal, saling bercanda, menghabiskan waktu dan uang untuk sebuah gaya hidup yang di kenal dengan istilah "hang-out" tanpa memperdulikan status laki perempuan, muhrim atau bukan. Jika kita pertanyakan hal ini, maka dalil pembenaran yang biasanya dipakai adalah tujuan untuk menyambung tali silaturahmi yang dikondisikan dengan keadaan masa kini dimana sudah terdapat perbedaan waktu, adat-istiadat dan tempat.

Maafkan atas penyampaian ini, tapi cobalah kita renungkan dalam-dalam makna hadist Rasulullah SAW diatas, bukankah Rasululullah SAW justru dengan sangat arif dan bijaknya memilihkan tempat terbaik bagi umatnya untuk dikunjungi dan berlama-lama di dalamnya? Tempat yang diberkahi Allah SWT, yang aman dan penuh dengan keselamatan (Cat: Perhatikanlah bangunan yang di selamatkan Allah ketika gempa terjadi. Wallahu'alam).

Sesungguhnya Rasulullah SAW sangat mencintai kita sebagai umatnya hingga akhir hayat beliau. Apapun yang beliau lakukan selalu untuk kebaikan umatnya di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, marilah kita bertanya kepada hati dan jiwa kita, apakah lisan cinta kita kepada Beliau sudah teraplikasi kedalam tindakan keseharian kita? Apakah kita sudah sungguh-sungguh mencintai Beliau? Cobalah renungkan, saudaraku…

Jika kita mengaku mencintai Rasulullah SAW, lalu mengapa pula kita sering mengabaikan atau berkreasi untuk 'memodifikasi' anjuran-anjuran Beliau dengan alasan modernisasi dan adat-istiadat setempat? Bukankah seringkali diantara kita berkata dengan mengambil kutipan dari para pujangga besar bahwa ' cinta itu adalah pengorbanan, cinta itu adalah bagaimana membuat orang yang kita cintai bahagia, cinta itu memberi bukan menerima' dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya, apakah cinta seperti itu dapat kita aplikasikan kepada manusia setelah Allah SWT yang seharusnya paling patut kita cintai melebihi cinta kita kepada diri sendiri dan kepada keluarga kita? Coba renungkan, saudaraku....Renungkanlah sesaat, tanyalah sekali lagi kedalam hati dan jiwa kita, sudahkah kita mencintai Rasulullah SAW dengan sepenuh hati?

Pasar-pasar atau Mal dikatakan adalah tempat yang dapat mengantarkan kita untuk bermaksiat dan berbuat kemungkaran terhadap Allah SWT. Betul, bahwa di dalamnya juga terdapat tempat-tempat yang bermanfaat untuk melakukan jual-beli, mencari berbagai keperluan kita dan sebagai sarana rekreasi keluarga. Tapi apakah kita merasa cukup dengan itu saja? Bagaimana dengan penjagaan terhadap mata, pendengaran, pikiran dan jiwa kita selama berada di Mal? Saat ini sudah bukan merupakan hal yang aneh atau di tabukan, wanita dan pria berjalan-jalan di Mal dengan bangganya mempelihatkan aurat dengan pakaian super minim, saling berangkulan diantara yang bukan mahramnya, memamerkan segala kelebihan aksesoris duniawi yang mereka miliki (dalam bahasa sekarang sering disebut ‘Narsis’). Lalu bagaimana kita harus menjaga pandangan dan syahwat kita dari hal-hal seperti ini? Cobalah renungkan, saudaraku…

Hadist diatas bukanlah untuk melarang, tetapi maknanya adalah anjuran untuk tidak berlama-lama ketika kita sedang berada di dalam pasar/mal. Dengan kata lain, kita hanya cukupkan keberadaan kita di pasar/mal hanya untuk sekedar mencari/memenuhi kebutuhan yang kita perlukan. Dalam hadist lain disebutkan :

Sesungguhnya Allah membenci orang yang berhati kasar (kejam dan keras), sombong, angkuh, bersuara keras di pasar-pasar (tempat umum) pada malam hari serupa bangkai dan pada siang hari serupa keledai, mengetahui urusan-urusan dunia tetapi jahil (bodoh dan tidak mengetahui) urusan akhirat. (HR. Ahmad)

Hadist diatas mengumpamakan orang-orang yang berbicara keras (termasuk di dalamnya bergurau atau melakukan kegiatan yang membuat orang tersebut mudah didengar, dikenali atau diketahui lokasinya) sebagai bangkai yang baunya busuknya mudah tercium dan mengumpamakan orang-orang yang sibuk dengan urusan duniawinya saja sebagai keledai (yang disimbulkan sebagai binatang dungu). Naudzubillah!

Sekarang pada akhirnya, semua kembali kepada kita dengan suatu pertanyaan yang sama: Seberapa besar kita mencintai Allah SWT? Seberapa besar kita mencintai Rasulullah SAW? Bagaimana kita bisa mengenal Allah SWT, menggunakan pemahaman Islam tanpa mengikuti syari’at yang dibawa oleh Nabi kita tercinta Muhammad SAW? Ingatlah saudaraku, apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW adalah sebaik-baik perkataan seorang manusia yang pernah ada di muka bumi ini. Janganlah kita mendebatnya atau berdalih dengan banyak alasan dengan tujuan untuk mengabaikannya. Cobalah renungkan, saudaraku…

Akhirnya tulisan ini Al Fakir tutup dengan sebuah hadist lain yang sangat jelas maknanya:

Sabda Nabi :
“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah-ku.” Diriwayatkan oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149). Diriwayatkan oleh Hakim (I/172), dan Daruquthni (hadits no. 149).

Wallahu’alam.

Subhanakallahuma wabihamdika asyhadu’alla ilaha illa anta astaghfiruka wa ‘atubuh ilaik… Maafkan segala kekurangan saya dalam penyampaian ini. Wassalam.

Senin, 07 September 2009

Proses Kreatif Asma Nadia


Lewat dia, saya belajar

Dulu
Saya mengenal dekat, seorang anak perempuan waktu kecil dulu. Usianya sekitar tujuh tahun, dan tidak seperti teman-teman saya umumnya, yang terkenal karena hal-hal lain, sahabat saya ini justru terkenal karena penyakitan. Sungguh ia adalah gudang cukup banyak penyakit; jantung, paru-paru, gegar otak, lalu tumor. Rasanya tidak ada yang beres dalam dirinya, bahkan giginya pun bermasalah, karena tumbuh terlalu banyak dan menyimpang, hingga harus dikawat selama dua tahun, dan dicabut 14 akar.
Anehnya, anak ini tumbuh menjadi pribadi yang supel dan periang. Ia suka menyanyi, dan mulai mencipta lagu di kelas satu SD. Biarpun penyakitan, prestasi belajarnya tinggi, bahkan lebih baik dari pada sebelum kepalanya terbentur.
Sampai sekarang, saya sering menyelami hati anak tsb, heran kenapa dia tidak tumbuh menjadi anak pemurung disebabkan penyakit-penyakitnya yang seabrek tadi. Dari kelas 2 SD sd kelas 3 SMU, sahabat saya ini selalu meraih ranking pertama dan menyabet banyak medali dari sekolah. Orang tuanya tentu sangat bangga. Belakangan ia melanjutkan studi di IPB tanpa tes, alias masuk jalur PMDK waktu itu. Padahal semasa sekolah persemester ia bisa ijin sakit hingga 17 hari, dan tak jarang pingsan.

1992
Belakangan teman saya tsb, mulai rajin menulis. Kegagalan pertama dia dalam kehidupan menurut saya adalah ketika ia terpaksa memenuhi permintaan orang tuanya untuk pindah kuliah, ke jurusan yang lebih ringan, karena kondisi kesehatannya yang makin payah. Dari kabar yang saya dengar, teman tsb mengambil jurusan D2 Bahasa Arab. Ia makin rajin menulis. Teman-teman kuliahnya dulu gembira melihat tulisannya tersebar di media-media. Ia banyak menggoda mereka dengan mencomot nama-nama teman dekat dan satu kos dulu. Nama-nama yang sempat konflik dijadikan tokoh antagonis dalam cerita. Saya meski gembira, tidak bisa menahan diri untuk bertanya, bagaimana ia bisa mulai dekat dengan dunia menulis? Pada saya ia katakan, mungkin karena dunia membaca yang lekat ditumbuhkan ibunya. Setiap menunggu di rumah sakit, ibu sering memilih puasa hanya untuk bisa membelikan beberapa buku dan makan siang bagi teman saya tsb, yang menunggu berjam-jam sebelum dipanggil Memang teman saya tsb hanya berobat di rumah sakit pemerintah, RSCM yang dulu sering diplesetkan menjadi Rumah Sakit Cepat Mati.
2000 - 2003
Setelah sempat vakum beberapa tahun, dan hanya menulis sedikit cerpen dan cerita bersambung, tahun 2000 untuk pertama kalinya buku fiksi pertamanya diterbitkan oleh sebuah penerbit di Bandung. Seri remaja yang lucu dan gaul, Aisyah Putri, yang menceritakan tentang seorang anak SMU yang alim, bernama Aisyah, yang mempunyai 4 orang abang dengan karakter-karakter yang unik.
Dia bilang itu kerinduannya akan sosok abang yang tak ia miliki satupun. Lewat seri remaja yang sekarang telah terbit hingga serial ke empat, dan mendapat sambutan luas, hingga mengalami cetak ulang berkali-kali itu, ia menghidupkan dunia imajinasi-nya sendiri, dimana ia memiliki kehangatan kasih sayang tidak hanya dari satu, tapi empat abang sekaligus. Dus mencoba membaca konflik-konflik yang umum terjadi pada usia-usia transisi itu.
"Sastra seharusnya menghaluskan budi pekerti, sebagaimana dikatakan orang, tapi sastrawan kita tak banyak melirik dunia remaja. Padahal dunia anak-anak muda itulah yang justru paling rawan dan membutuhkan banyak perhatian, dan pelajaran kehidupan. Di satu sisi banyak sastrawan kita yang hidup di awang-awang dan menara gading, merasa bangga dengan membuat karya-karya yang sulit dicerna."
Begitu katanya suatu hari pada saya atas jalur menulis yang dipilihnya.
Setelah itu, 9 buku fiksi remaja lain, terbit tahun 2000, dua diantaranya berupa novel.
Tahun 2001, ia menulis tiga buku. Salah satu bukunya, Rembulan di Mata Ibu, dinobatkan sebagai buku remaja terbaik nasional, dan ia mendapat predikat pengarang terbaik kedua. Tahun berikutnya ia menulis empat buku yang diterbitkan berbagai penerbit, dan kembali meraih predikat sebagai salah satu pengarang terbaik adikarya ikapi.
Ia diundang menghadiri Pertemuan Sastrawan Nusantara di Brunei, dan workshop kepenulsan Novel, yang diadakan Majelis sastra Asia Tenggara (2001)
Tahun 2003 sampai saat ini ia menulis empat buku, salah satunya diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, dan mengalami cetak ulang, tidak sampai sebulan sejak diterbitkan.
Sekarang
Saya bertanya kenapa ia rajin menulis padahal aktivitasnya sebagai ibu dari dua orang anak, dan yayasan sosial yang dipimpinnya cukup menyita waktu.
Dengan begitu sungguh-sungguh, ia menjawab:
"Saya adalah penulis, yang menulis, bukan karena yakin saya berbakat di dunia kepenulisan melainkan karena rasa tanggung jawab yang ditumbuhkan kakak saya yang juga seorang pengarang. Dulu di waktu menulis hanya menjadi hobi dan bukan profesi, kakak tsb mengingatkan saya untuk merasa bertanggungjawab, atas begitu sedikitnya pengarang perempuan di indonesia, dan lebih sedikit lagi yang menulis dengan tujuan mencerahkan, atau meluruskan distorsi informasi yang terjadi."
Hal ini menurutnya telah membuatnya lebih tahan menghadapi kendala-kendala dalam menulis, tidak tergantung pada mood, dan belakangan bisa menulis dalam berbagai situasi. Jelas berbeda jika ia menulis untuk popularitas atau uang belaka. Tanggung jawab itu membuatnya menjadikan menulis sebagai media berjuang (Merah di Jenin---ketika Israel membantai pengungsi Palestina di camp pengungsi Jenin, Meminang Bidadari--- menyoroti fenomena bom syahid di palestina, dan meluruskan siapa yang sebetulnya lebih layak dianggap agresor, Derai Sunyi--- upaya mengangkat kasus pelecehan dan penganiayaan PRT yang sering terjadi, dan tanpa standar hukum yang jelas, Air Mata Biereuen---konflik Aceh yang harusnya lebih dilihat sebagai sebuah tragedi kemanusiaan, ketimbang meributkan siapa yang salah dan siapa yang benar).
Sambil menatap mata saya lurus-lurus, teman tsb kembali melanjutkan,
"Saya adalah penulis yang menulis dengan rasa dan intuisi, dibandingkan
teori-teori sastra yang memang awalnya sama sekali tidak saya miliki. "
Ini telah membantu teman saya tsb untuk tidak terbebani, dan terjebak dalam dikotomi-dikotomi sastra yang berlangsung, tentang sastra populer dan serius. Bahwa yang terpenting bagi penulis adalah menghasilkan karya yang baik.
"Saya adalah penulis, yang hingga detik ini masih sering harus mensugesti diri, dan pura-pura percaya bahwa saya bisa menulis, sebagai bentuk syukur atas kemudahan yang telah Allah berikan."
Saya heran mendengar kalimatnya. Tidak pede bagi sebagian orang, merupakan perasaan yang mengganggu proses berkarya. Itu betul. Tapi di satu sisi, perasaan ini justru membuat teman saya tsb tetap berpijak di bumi dan tidak cepat besar kepala.
Perasaan tidak pede itu membuat teman saya tsb gemar membaca karya-karya yang ramai dibicarakan atau direkomendasikan orang.
Perasaan minder itu juga yang membuatnya tidak berhenti berproses, dan belajar menajamkan observasi yang sebelumnya hanya lewat studi pustaka dan klipping atau internet (Jendela Rara---kerinduan gadis kecil di kolong jembatan untuk memiliki jendela, yang menjaring matahari)
Maka, setiap kali perasaan gamang dan malas menulis, melingkupi hati saya, saya bercermin kepada sahabat saya tsb, dan begitu banyak penulis lain di dunia ini yang melawan keterbatasan, berjuang untuk tetap menulis.
*****

Sabtu, 05 September 2009

Hati Yang Sempurna

Pada suatu hari, seorang pemuda berdiri di tengah kota dan menyatakan
bahwa dialah pemilik hati yang terindah yang ada di kota itu. Banyak
orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda
itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau
goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan
hatinya yang indah.

Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke
depan dan berkata " Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku ?".
Kerumunan orang-orang dan pemuda itu melihat pada hati pak tua itu.
Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas
luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan
yang lain ditempatkan di situ;namun tidak benar-benar pas dan ada
sisi-sisi potongan yang tidak rata.
Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak
ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana
mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ?

Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya
dan tertawa " Anda pasti bercanda, pak tua", katanya, "bandingkan
hatimu dengan hatiku, hatiku sangatlah
sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan
cabikan". " Ya", kata pak tua itu, " hatimu kelihatan sangat sempurna
meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah,
setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang-orang yang kepadanya
kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan
kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati
mereka untuk menutup kembali sobekan yang
kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang
sangat aku hargai, karena itu mengingatkanku akan cinta kasih yang
telah bersama-sama kami bagikan.

Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang
yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya.
Hal itulah yang meninggalkan lubang-lubang sobekan - - memberikan
cinta kasih adalah suatu kesempatan. Meskipun bekas cabikan itu
menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta
kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti
mereka akan kembali dan mengisi lubang-lubang itu.
Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?"

Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya.
Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu
muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan
hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu
menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya dan kemudian mengambil
sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian
menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu
pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama
rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna
tetapi kini lebih indah dari sebelumnya, karena cinta kasih dari
pak tua itu telah mengalir kedalamnya.
Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.
===================
Dari seorang teman...^_^

Sinta Yudisia dan Kepenulisan

Sedikit berbagi pengalaman mba sinta yudisia dari sebuah milis, semoga bermanfaat. Selamat membaca

======================================================

‘Berhasil’ punya definisi bermacam-macam, secara materi cukup baik
sandang, pangan, papan (plus kebutuhan lain yang tidak termasuk 3 itu
tapi sangat mendesak : kendaraan, laptop, hape!, tabungan). Intinya,
pencapaian materi.

Berhasil ada pula yang mengukurnya dengan waktu.
Pernikahan yang melewati angka 5, 7, dinyatakan berhasil (bagaimanapun
ruwetnya ).
Perusahaan yang melewati angka 5, 7 dinyatakan berhasil apalagi jika
melewati angka 10-15 tahun, sebab konon kabarnya semua krisis termasuk
krisis moneter berulang tiap satu decade.
Pedagang yang bisa tetap eksis dan konsisten dengan produknya 5, 7
bahkan lebih juga akan menuai keberhasilan.

What about writer? Di titik mana ia menyatakan dirinya berhasil?
Ketika bukunya best seller, terjual jutaan copy, bukunya laris manis?
Ketika jumlah buku yang ditulisnya mencapai lebih dari 50 judul?
Ketika bukunya difilmkan? Ketika bukunya meraih banyak penghargaan dan
pujian dari para kritikus dan resensor?

Ada baiknya saya menceritakan histories kenapa saya menulis. Manusia
tidak boleh melupakan sejarah , belajar dari sejarah, mengevaluasi
dari sejarah, bisa menimbang sejauh mana keberhasilan suatu kaum jika
sudah dibandingkan dengan sejarah. Secara teknologi kita memang jauh
lebih maju disbanding jaman untanya Rasul Saw tetapi secara moral kita
bahkan meloncat memasuki zaman Nabi Luth, dan Nabi2 dengan kaum yang
dibinasakan.
Baik, kembali pada histori menulis.
Awalnya, saya jenuh menjadi ibu rumah tangga. Alhamdulillah, saya
punya ibu yang luarbiasa yang selalu bilang “…Sinta, kamu itu punya
potensi! Jadi ibu rumahtangga nggak melulu hanya urusan domestic kan?”
Saya suka menjahit dan memasak kue. Hampir semua baju Inayah –putri I
saya- gaunnya saya buat sendiri. Tiap kali teman-teman lihat mereka
bilang “ bagus banget! Mbak Sinta bikin butik saja.”
Saya bercita-cita punya usaha garment, konveksi, butik, termasuk
mengembangkan kesukaan saya pada patchwork. Saya punya mesin jahit dan
kepekaan untuk mengkombinasikan kain-kain.

Selain hobi menjahit, saya juga hobi bikin kue. Kue-kue saya titipkan
ke pasar dan menghasilkan penghasilan yang luamyan. Saya dan adik
saya, Erisa Kurnia Nanda, berencana bikin toko roti muslimah berlabel
hala karena kami sama-sama suka masak dan makan!

Bikin butik apa toko roti ya?
Baju apa kue?
Pakaian atau makanan?
Nanda tetap suka bikin kue , terkenal enak dan selalu laris manis di
kalangan teman-teman dan tetangga. Ini dilakukannya sambil kuliah dan
kerja, kadang dilakukan ketika malam larut. Sayapun juga begitu, bikin
kue saat anak-anak sudah tidur.

Tapi...saat punya anak 3 saya repot bukan main. Gak bisa bikin baju,
gak bisa bikin kuet. Akhirnya ada mesin ketik nganggur, jadilah saya
corat coret dan ketik mengetik. Tahu nggak cerita saya pada awalnya
yang dikirim ke Annida dan dimuat?
• Langkah Awal, cerita tentang gadis manja yang memulai usaha
• Gaun Biru, cerita seorang ibu rumahtangga yang kepingin bikin gaun
tapi gak punya duit akhirnya bikin dari bahan seprei
• Jalinan Kasih Yang Terkoyak , juara II LMCPI Annida, setting nya
Aceh (saya pernah ikut suami di Medan),dsb

cerita saya nggak jauh-jauh dari kue dan baju!

Mana yang lebih dahulu melaju, itu yang saya pilih!
Ternyata menulis membuat saya kembali mencintai hobi yang sempat agak
lama tertinggal : membaca dan mengkliping koran. Akhirnya saya
meninggalkan cita-cita membuat butik dan bakery, lalu beralih profesi
jadi penulis.

ADA TANTANGANNYA?
Ups, tentu ada.
Saya sudah merintis bisnis jahit menjahit cukup lama demikian pula
modal bikin kue. Memulai menulis dari awal seperti belajar merangkak
lagi. Pertanyaan yang muncul :
1. Saya mau menulis cerita apa? Anak , remaja, dewasa?
2. saya mau bikin cerpen atau novel, atau cerita bersambung?
3. saya mau kirim ke mana sih, media Islam, nasional atau mau
diterbitkan oleh penerbit?

.................dalam perjalanan menulis, ah, bikin kue langsung
sorenya terima duit. Bikin tulisan, kapan terima duitnya? Sebetulnya
saya bakat nulis nggak sih? Setahun, dua tahun nulis, masih mau
diteruskan apa nggak? Apa saya banting stir lagi jadi pengusaha
seperti yang dari dulu saya impikan?


YANG PERTAMA DITULIS .....
Kumpulan Cerpen!
Kenapa?
Karena cerpen-cerpen itu kalau tidak dimuat di majalah atau media
massa, bisa dikumpulkan dan dikirim ke penerbit. Nakal ya! Lagipula,
bikin cerpen aja banyak-banyak 15-20, nanti diedit dan dipilih
penerbit. Sisanya (kadang sisa 5 atau 7) kita tambahin lagi cerpen2
dan dikirim ke penerbit lain.

Kumpulan cerpen yang pertama Cadas Kebencian, buku favorit saya,
diterbitkan MIZAN. Kumcer ini mengokohkan niat bahwa saya MUNGKIN ada
bakat di dunia kepenulisan. Masih mungkin lho...saya masih belum yakin
ternyata;-(

Lalu saya mulai kenal mbak Asma Nadia. Beliau memasangkan dengan mbak
Izzatul Jannah di Gadis Diujung Sajadah. Saya juga mengirimkan
Kuntum-kuntum Bunga, Alhamdulillah diterbitkan oleh FBA Press,
penerbit di Jakarta yang sekarang sudah gulung tikar.

Kapan ya pertama kali nulis? Oya, 2002.
Akhirnya saya getol nulis, kirim kesana kemari, ditolak. Ada yang
diterbitkan dengan revisi dll. Tentang liku2 menulis...nanti saja ya.
Nah, ternyata selama tahun-tahun perjalanan itu saya masih dikejar
pertanyaan : aku ini benar-benar mau menghabiskan umur dengan jadi
penulis atau apa sih? Aku ini sebetulnya mau nulis apaaaa?

Maka jadilah kutu loncat.
Menulis Kumcer.
Menulis cerita remaja.
Menulis cerita anak
Menulis non fiksi
Menulis novel.
Menulis antologi, keroyokan bareng teman-teman.


DI TITIK MANA AKU SEKARANG?

Aku bingung dengan dentitas kepenulisanku lalu bertemulah aku dengan
FLP (anugerah Tuhan untuk bangsa Indonesia –kata Taufik Ismail). Aku
bertemu teman2 FLP Yogya : Ganjar, Jazimah, Iwul, Prima, Lilo, bunda
Kun, mbak Koes, Zen, Aries. Juga teman-teman FLP lain.
Semoga Allah SWT memberkahi Ganjar yang menitipkan pesan yan
gmembakar semangatku :
”......mbak Sinta kayaknya konsen aja di fiksi sejarah. Bagus tuh
nulis di situ.”
Aku memang habis memenangkan lomba GIP sebagai juara I, Singa-singa
di Padang Kekuasaan yang terbit dengan judul Sebuah Janji.
Ucapan Ganjar membakar semangatku. Pertemuan dengan adik2 FLP memacuku.
Ooooh, ternyata jadi penulis itu penting ya?


Aku mulai merasa luwes menulis setelah 3-4 tahun. Pertama kali pindah
ke Surabaya, aku menemukan Lafaz Cinta di Toga Mas. Aku bangga dan
bahagia sekali ketika melihat covernya yang spesial.
Waaah, aku sekarang beneran jadi penulis ya ? (Itu lagi pikiran konyol!)

Pertemuan dengan mbak Helvy di ITS memacu kembali adrenalinku.
”Sinta, Lafaz Cinta mbak Helvi rekomendasikan jadi bahan bacaan anak2
sastra. Tapi kok ceritanya masih dangkal ya? Padahal kamu masih bisa
lebih tajam, lebih dalam menceritakan.”


LEBIH TAJAM, LEBIH DALAM, LEBIH BAGUS...ITU SEPERTI APA?
Semoga Allah SWT memberkahi pula mas Dul Mizan (sekarang dah nggak disana).
”....mbak Sinta coba baca Perempuan Suci –Qaisra Shahraz dan Taj
Mahal-John Shors. Pelajari.”

Aku memburu buku itu di Islamic bookfair. Aku juga menemukan
Samarkand- Amin Malouf dan buku-buku lain. Aku baca berulang-ulang.
Aku tersesap. Aku terpana.

Ow, jadi menceritakan tokoh itu seperti Jahanara dan Isa, seperti
Umar Khayam ya?
Ow, jadi setting tentang Benteng Merah itu penggambarannya seperti itu ya?
Ow, ternyata karakter Umar Khayyam dan Hassan Sabah itu
penggambarannya begitu ya?
Ow, ternyata buat plot, alur itu begitu rumitnya ya?
Ow, konflik Khondamir, Aurangzeb, Dara itu demikian tajam menikam dan
meninggalkan jejak di benak pembaca ya?
Ow, ....ternyata....aku masih jauuuuuh...dari seorang penulis! Aku
masih pembelajar!! Armanusa, Lafaz Cinta, Rival-rival istri dsb
..BELUM APA-APA.

Padahal aku sudah lebih dari 5 tahun menulis, sekarang sudah 7 tahun malah.
Kapan sih aku benar-benar berhasil jadi penulis?


..............7 TAHUN KEMUDIAN
BEP : Break Even Point 3 tahun. Perusahaan normalnya 3 tahun BEP,
artinya modal harus kembali 3 tahun paling lambat . Kalau tidak,
namanya rugi. Harus ganti haluan, harus ganti usaha dan pasar, harus
ganti produk.
3 tahun jadi penulis sudah jadi apa? Royaltinya banyak, bukunya banyak?

7 tahun dari aku mulai memutuskan untuk benar-benar menulis
Alhamdulillah hasil karyaku sudah diterbitkan 40 judul kurang lebih.
Tetapi dari semua, tidak semuanya masterpiece. Lafaz Cinta menurutku
cukup bagus, berikutnya The Road to The Empire dan Reinkarnasi
Alhamdulillah lebih mendapat banyak apresiasi dari teman-teman.
Artinya, 2 karyaku yang beelakangan dinilai cukup bagus bagi khalayak.

Dibandingkan 40 judul yang lain, TRTE & Reinkarnasi memang menguras
semua energiku. Energi doa, energi berpikir, energi kantong (referensi
butuh biaya besar), energi2 yang lain. Apa buu2 ku yang digarap
seenaknya? Tidak juga.

Tapi belajar memang butuh waktu. Belajar membutuhkan kesabaran. Di
atas segalanya belajar membutuhkan keikhlasan. Maka aku teringat
dialogku dengan suamiku suatu hari


”Lafaz Cinta best seller, Mas. Aku diminta menulis yang semacam itu
lagi. Bagaimana?”
”Menurut Inta bagaimana?” (suamiku sampai 15 tahun menikah masih suka
memanggilku dengan nama kecilku –Inta)
” Inta pingin nulis Takudar yang ke 3, sekalipun yang ke 1-2 jeblok
di pasaran.”
”Memang kenapa pingin nulis itu?”
Aku merenung, tiap kali diskusi ini bolak balik menangis.
”...soalnya Inta terkesan sekali sama Takudar, sama kaisar2 Mongolia
yang muslim. Sama Iskandar Beg. Sama Thariq bin Ziyad. Pokoknya sama
para pejuang muslim yang bijaksana dan mulia.”
”Ya sudah, kalau gitu nulis Takudar lagi aja, Takudar 3.”
”Tapi...yang ini belum tentu laku di pasaran. Kalau sekuel Lafaz
Cinta pasti best seller lagi. Royaltinya lumayan. Mas gak papa Inta
gak bisa menyumbang royalti buat keperluan rumahtangga kita?”
“Sudahlah, pakai gaji Mas saja apa adanya. Menulis Takudar saja
sebagai ladang da’wah.”
“Tapi....gak papa Mas? Menulis Takudar setahun, royaltinya belum
tentu, di pasar belum tentu laku. Beranti kalau Inta menulis Takudar
lagi siap-siap 3 tahun ke depan gak punya royalti memadai?”
“Iya..sudah gapapa. Nulis Takudar aja buat da’wah. Urusan nafkah biar
Mas aja, Inta yang penting nulis.”

Begitulah embrio The Road to The Empire dan Reinkarnasi.
Ditulis dengan keringat dan airmata. Airmata karena aku terlanjur
mencintai Takudar, sang pejuang yang rela melawan arus demi
mengobarkan kebenaran. Airmata karena saat aku menulis Takudar lewat
tengah malam, aku berdoa pada Robbku :

“….ya Allah, Kau Maha Tahu, aku menulis Takudar ini karena ingin
menuliskan kebaikan. Ini bukan novel laris yang diminati banyak orang
tetapi Engkau Maha Kaya. Bukan penerbit yang memberiku rezeki melalui
royalti. Engkau yang Memberi Rezeki orang-orang yang berjuang di
jalanMu. Aku minta rezeki padaMu, aku minta uang padaMu, aku minta
bantuan dan kecukupan dariMu.”

Tiap hari aku berdoa :
Ya Allah barakahilah The Road to The Empire. Barakahillah
Reinkarnasi. Bantu aku menyelesaikan sebaik-baiknya naskah Existere
yang tengah kutulis. Jadikan buku-buku hamba barakah, best seller,
mencerahkan bagi siapa saja yang membacanya.
Ya Allah, Bantu aku agar amanah sebagai istri, ibu, penulis,
mahasiswa, ketua FLP Jawa Timur.

Sekarang aku adalah pembelajar.
Aku masih belajar sebagai seraong istri & ibu, aku masih belajar
untuk jadi penulis yang baik, akumasih belajar untuk jadi manager yang
baik, aku masih belajar menjadi manusia yang baik.
Bukankah belajar itu dari buaian sampai liang lahat?

Ramadhan hari ke 5, 1430 H

Nasinya Belum Matang

Selasa, 1 September 2009 (setelah shalat magrib)

Alhamdulillah...
adzan maghrib telah berkumandang tanda bahwa sudah tiba waktunya berbuka puasa. Seperti biasa segelas air putih dan 2 butir kurma jadi menu pembuka sebelum makan besar nanti. Selesai menyantap kurma yang terakhir, tak seperti biasanya aku tertarik dengan makanan lain (tahu isi) yang baru saja dibeli. Jadilah tahu isi yang masih hangat menemani 2 butir kurma di perutku sementara.

Kami biasa makan berat setelah shalat maghrib. Aku dan bapak masih berada di ruang sholat, tiba - tiba terdengan suara terkejut dan disusul tawa iba dari ruang makan. what's wrong???
"Sudah dzikir aja yang lama, makannya nanti ba'da tarawih" kata ibu. Ternyata...NASINYA BELUM MATENG!!!

Wedew...bagaimana ini???
Aku sendiri sih tidak terlalu lapar, Alhamdulillah puasa kali ini rasa lapar dan haus tidak terlalu mengganggu. Nada kecewa dan juga kesan lucu terdengar dari mulut ibu. Mungkin tadi sore saat memasak nasi ibu lupa memasang "magic com" di posisi "cook". Padahal tadi ibu sudah memuji - muji masakannya hari ini dan ingin segera menyantapnya dan saat akan mengambil nasi...tuinggggg!!! yang ada hanya beras yang dalam air. Akhirnya menu berbuka hari ini diganti dengan molen dan empek - empek yang kebetulan tadi sore baru kubeli. Untunglah tidak ada anak kecil dirumah, kalau ada kasihan si dedek. Sambil menonton tv kami masih tertawa mengingat peristiwa barusan.

Btw kami memang benar - benar keluarga yang kompak. Ibu-pun menelpon adikku yang memang sedang kuliah di luar kota untuk menceritakan peristiwa barusan and then...
Adikku juga ternyata belum makan karena NASINYA BELUM MATANG!!! hanya bedanya dia lupa mencolokan kabel "magic com" sebelum berangkat kuliah. Kok bisa samaan ya??? Tapi baguslah berarti kita kompak Hehehe...

Satu lagi kejutan hari ini selain nasi yang belum matang. Seperti biasa setiap tarawaih aku mengambil posisi dekat jendela yang terbuka. Saat sedang dzikir setelah sholat isya...aku dikagetkan dengan sosok putih yang tiba - tiba muncul dijendela sebelahku. Nyaris jantungku copot...sampai - sampai masih deg-degan saat tarawih akan dimulai. Dasar kucing!!! maen loncat dan bertengger aja di jendela, untung ga mencium diriku.

Ya setidaknya peristiwa hari ini masih bisa membuat kami tersenyum dan tertawa bersama. Terima kasih Ya Allah masih memberikan keceriaan ditengah keluarga kami. ^_^

Jangan Menyerah

*====Jangan Menyerah====

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal Putus asa

Teman - teman mungkin sudah tau, penggalan kata - kata diatas, yupz! Itu adalah lirik lagu D'masiv yang judulnya jangan menyerah. Saat pertama kali aku mendengar lagu ini, jujur langsung jatuh cinta sama liriknya. Bener - bener dalam dan terasa lebih dalam jika kita pernah mengalami kondisi yang benar - benar membuat kita ingin menyerah namun masih ada alasan yang membuat kita untuk jangan menyerah. Mengingat apa yang sudah pernah ku alami dan entah apa yang akan ku alami nanti semoga ku tak akan menyerah dan bisa terus melakukan yang terbaik karena sesungguhnya hidup ini adalah Anugrah. Semangat!^^

Untuk Mereka yang Pernah Singgah

kita tidak akan pernah tahu siapa saja yang akan datang kedalam hidupan kita....

ada yang singgah dalam sekejap mata
ada yang singgah cukup lama untuk bisa mengenalnya
ada yang singgah namun kita tak menyadarinya
ada yang singgah namun menggoreskan luka
ada yang singgah dengan membawa segenggam bahagia

siapapun yang singgah dalam hidup kita....
mereka telah mencatatkan namanya dalam lembaran sejarah hidup kita

buat semua orang - orang yang singgah dihidupku....
mereka yang masih setia menemaniku...
mereka yang masih setia memperhatikanku
mereka yang masih setia mendengar keluh kesahku
mereka yang masih setia mengusap air mataku
mereka yang masih setia berjalan bersamaku
juga merka yang kini telah pergi dari hidupku

terima kasih untuk kalian semua, hidup ini takakan berarti tanpa kalian......
aku minta maaf jika selama kalian singgah aku tak pernah memberi apa - apa
semoga Allah akan membelas semua kebaikan kalian.

11 Tahun Di rumah itu...

Semua berjalan biasa, kehidupanku sama seperti layaknya anak2 yang lain yang masih suka bermain.

umur enam tahun bapak dan ibu memasukkan aku ke sekolah dasar favorit didesaku

Alhamdulillah berkat bimbingan kedua orang tuaku dan tentunya guruku (ibu Barkah) aku bisa mengikuti pelajaran disekolah dan muncul sebagai bintang kelas. bukan bermaksud sombong aku benar2 bangga saat itu apalagi kedua orang tuaku. Namun seiring dengan naiknya prestasiku aku tumbuh menjadi gadis kecil yang pendiam dan pemalu. aku lebih banyak menghabiskan waktu dirumah untuk belajar atau setidaknya bermain sekolah - sekolahan dengan pembantuku dan beberapa temanku.

Saat aku duduk dikelas tiga SD aku difonis terserang bronchitis. aktifitasku jadi terbatas, karena bapak dan ibu mengurangi waktu bermainku, aku harus lebih banyak istirahat. akibat dari penyakitku badanku susah sekali gemuk, diantara teman – teman sekelas mungkin aku yang berat badannya paling rendah:p


Semenjak pertengahan kelas empat bapak dan ibu memutuskan untuk mengajakku mengikuti terapi pengobatan di rumah sakit selama 2 tahun. saat itu kondisi tubuhku memang semakin parah setiap minggu selalu saja sesak napasku kambuh. jika ingat saat itu aku pernah berpikir bahwa hidupku tidak lama lagi, jujur saat kambuh untuk bisa bernafas saja sangat sulit. yang membuat aku terharu adalah bapak dan ibu tidak pernah putus asa untuk kesembuhanku.


Harapan itu muncul saat dokter (dr. Soetarto RSU Kardinah) mengatakan bahwa jika tidak ada keturunan penyakitku bisa sembuh. Selama kurang lebih 2 tahun aku harus rutin setiap hari meminum obat sesuai resep dokter yang jumlahnya sampai 5 macam besar - besar lagi. untung bapak mengajarkanku meminum obat kapsul/ tablet menggunakan air /pisang jadi aku tidak perlu merasakan pahitnya obat - obat itu T_T. ditanya bosan atau tidak jelas bosan, kadang aku ingin menangis saat tidak bisa menelan obatnya. Aku juga sempat merasa putus asa, namun bapak dan ibu selalu mendukungku, adikku justru senang saat melihat aku minum obat (lucu deh dia).


Waktu kecil bisa dibilang aku itu penyakitan, sampai - sampai aku tidak pernah dijinkan untuk mengikuti kegiatan ekstarkulikuler Pramuka atau kegiatan lain yang butuh banyak tenaga karena takut sakitku kambuh tiba - tiba.

Namun setelah semuanya berlalu dan melihat apa yang sekarang kualami, kisah diatas adalah sedikit ujian dari Allah dan itu tandanya Allah sayang padaku.

Untuk ibu dan bapakku..........eka ga akan pernah lupa tiap detik dimasa - masa itu. Terima kasih telah merawat eka dengan penuh kesabaran dan mengajarkan eka untuk selalu kuat menghadapi cobaan hidup.

**********

Aku yakin sakitku bisa disembuhkan............

Itu yang slalu ada dipikiranku, namun tidak semudah itu. Saat – saat sekolah dasar benar – benar perjuangan buatku, perjuangan untuk bisa sembuh dan perjuangan untuk bisa jadi yang terbaik disekolahku. Ambisiku memang besar, sebesar keinginanku untuk meraih dan mewujudkan apa yang aku inginkan. Ambisiku yang besar sepertinya tidak didukung dengan sifatku, aku adalah anak yang pemalu dan pendiam.


Entah apa penyebabnya memang seperti itu kenyataanya, aku kurang pandai bergaul dan kurang percaya diri. Sebenarnya aku bisa dibilang punya kelebihan diabanding teman – temanku, ya......aku beberapa kali menjadi juara kelas, beberapa kali mewakili sekolah mengikuti lomba hingga ketingkat propinsi, dalam setiap upacara bendera aku selalu ambil bagian menjadi petugas upacara entah menjadi protokol, pembaca UUD ’45 atau menjadi team paduan suara.


Mungkin teman – temanku memandang diriku sebagai orang yang sangat beruntung, dimata mereka aku memang terlihat sempurna namun jauh didalam diri ini ada sisi yang kosong dan rapuh. Aku senang teman – temanku sangat baik padaku, mereka sangat menghargai aku dan tidak ada yang berani bersikap tidak sopan kepadaku. Tapi disisi lain penghargaan teman – teaman kepadaku, aku rasakan sebagai pembuat jarak antara aku dan mereka. Sampai detik itu belum ada keinginanku untuk merubah keadaan, hingga akhir sekolah dasar semunaya berjalan tetap seperti itu.


Oh ya..........akhirnya waktu kelas 5 ibu guru mengijinkanku mengikuti PERSAMI (Perkemahan Sabtu Minggu) untuk memperingati hari Pramuka, saat itu aku senang sekali, akhirnya aku bisa membuktikan pendapat ibu guruku itu salah, yang melarang aku mengikuti kegiatan non-akademik karena dianggap penyakitan.

**********

Sekarng usiaku sudah 12 tahun, sudah gede ya.........^_^

Setelah berjuang di ujian nasional aku lulus juga, walau NEM-ku hanya berada di peringkat empat tapi aku dan teman – teman bisa melanjutkan ke SMP favorit di ibukota kabupaten. Seingatku hanya 9 orang dari sekolahku yang diterima di SMP favorit, memang bisa dibilang anak – anak yang sekolah disana terkenal pintar – pintar.


Dengan diantar pak kusir langganan, waktu itu aku dan 3 orang temanku memberanikan diri untuk datang ke SMP yang kami cita – citakan untuk melihat pengumuman penerimaan siswa baru, siang – siang naik dokar jadi ngantuk deh.......NEMku masih masuk syarat NEM minimal, aku ga henti – hentinya berdoa agar bisa diterima disana. Sebenarnya selain itu adalah SMP favorit alasanku ingin sekolah disana adalah ingin suasana baru, dari TK sampai SD aku sekolah didesa yang sama yang dekat dengan tempat tinggalku. Sekarang aku ingin menjelajahi wilayah baru.


Singkat cerita, alhamdulillah aku diterima di SMP Favorit. Senang, bangga, sekaligus takut campur jadi satu. Senang dan bangga sudah jelas, namun aku juga takut apa nantinya aku mampu menjalaninya. 3 tahun akan aku habiskan disana, akan seperti apa teman – temanku nanti, apa aku bisa jadi juara kelas lagi, apa aku bisa berubah tidak jadi pemalu lagi, apa aku bisa lebih PD lagi. Banyak juga pikiran – pikiran negatif yang nimbrung di kepalaku...... ” ga mudah ya positif thinking........ ”

Masih dirumah itu...

Aku memang sudah tidak terlalu ingat apa yang saja yang terjadi disaat-saat itu namun aku yakin semuanya terasa indah.

Kedua orang tuaku masih sepenuhnya miliku karena hanya aku satu - satunya yang mereka punya. Walau demikian bukan berarti orang tua-ku sangat memanjakanku, tidak...mereka lebih tahu bagaimana cara menyayangiku tanpa harus memanjakanku.


Saat usiaku dua tahun, aku harus menjalani rawat inap di rumah sakit, hari - hari itu memang tidak menyenangkan, dengan infus ditangan dan kondisi tubuh yang lemah aku tidak bisa bermain-main seperti biasanya hanya ibu yang setia menemaniku dirumah sakit karena bapak harus bekerja. Walau saat itu aku masih kecil, aku tidak akan lupa apa yang sudah bapak dan ibu lakukan selama aku dirumah sakit.


Dua tahun lewat... tiga tahun lewat... setiap ulang tahunku bapak dan ibu membelikan baju baru dan mereka memotret aku dengan baju itu. sampai saat ini aku masih menyimpan foto ulang tahunku yang ke-2 dan ke-3. bapak dan ibu memang tidak pernah mengajarkanku untuk mereyakan ulang tahun. Akupun sudah merasa senang dengan membagi kebahagiaan hanya dengan bertiga tanpa ada acara yang meriah.


Empat tahun usiku saat itu... "Ibu eka pengen sekolah..." akhirnya umur 4 tahun ibu memasukanku ke sekolah TK yang memang cukup bagus di daerahku.

Awal yang indah... itu yang aku rasa saat pertama masuk TK dan ternyata dampaknya juga cukup bagus. ibu guru selalu memujiku sebagai murid yang pandai, aku bangga sekali saat itu (anak kecil mana yang ga suka dipuji...^_^).


Walau memiliki banyak teman, aku masih merasa kesepian. aku ingat saat itu ketika bapak dan ibu sedang makan siang, "Pak, Bu... eka pengen punya adek". bapak dan ibu hanya tertawa mendengar ucapanku itu tapi mereka janji akan memberiku adik.


Tepat saat usiaku 5 tahun, bapak dan ibu menepati janjinya. Aku mendapat kado yaitu adek perempuanku yang lucu dan mungil (abis ga keliatan cantik apa ga sih, kan muka bayi sama semua).senang sekali rasanya mulai saat ini aku jadi punya teman bermain. aku ceritakan kesemua temanku kalo aku punya adek baru termasuk sama guru TK-ku ibu Har. Aku di Tk selama dua tahun, abis sama gurunya baru boleh masuk SD saat umur 6 tahun aja. Sampai umur 6 tahun aku nikmati masa bermainku yang mungkin belum tentu bisa kurasakan di tahun - tahun berikutnya.


Itulah aku, memang mungkin dimata orang apa yang ku alami tidak spesial tapi semua peristiwa itu memiki arti tersendiri disetiap sudut ingatanku. ^_^

Di rumah itu kisahku dimulai.........

Di rumah itu kisahku dimulai.........

Rumah kecil tipe 36 yang sederhana. disana hanya ada 1 ruang, 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi. 1 ruang disekat menjadi dua ruangan menggunakan bufet sederhana 1 sebagai ruang tamu dan satu sebagai ruang makan. di ruang tamu ada sofa kecil dan meja tamu, sedangkan diruang makan hanya ada selembar tikar yang biasa kami gunakan untuk makan bersama.

di dekat kamar mandi ada dua buah kompr minyak dan 1 lemari makan, maksud hati sebagai dapur walau sebenarnya tak layak disebut dapur.

Aku memang tidak dilahirkan dirumah itu namun dirumah itulah aku dibesarkan dan disanalah kisah perjalanan hidupku dimulai. Saat aku berusia satu tahun kami bertiga (bapak, ibu, dan aku) memutuskan untuk menjadikan rumah itu sebagai istana kami. Istana kecil namun didalamnya penuh kebahagiaan.

Walau semuanya serba terbatas dan seadanya, aku merasa senang karena ada bapak dan ibu disampingku. oh ya satu lagi kurang lebih satu tahun kami menempati rumah it tanpa adanya listrik maklum saja tempat kami tinggal adalah komplek perumahan baru yang belum terpasang jaringan listrik, saat itu tahun 1987. Jadilah setiap menjelang malam bapak dan ibu menyalakan lampu tempel sebagai penerang, dibelakang rumah kamipun masih ditumbuhi ilalang dan baru beberapa rumah yang ditempati dan itu pun terpencar - pencar.

Saat paling aku sukai yaitu ketika waktu makan dan waktu mandi. Saat tiba waktu makan aku akan membantu ibu menyiapkan tikar dan peralatan makan walau kadang sering dilarang karena takut malah piring dan gelasnya yang pecah. Saat tiba waktu mandi sore aku dan bapak akan memompa air yang bagiku itu menyenangkan karena aku akan bergelayut di tangkai besi pompa sambil bapak terus memompa air.

Allah memang Maha Adil, keadaan terus membaik sampai ketika adikku lahir semuanya sudah lebih baik ketimbang saat pertama kali kami datang. Sekarang rumah kami sudah memiliki dapur dan ruang makan dan tentunya meja makan bukan tikar lagi ^_^

Blog Baru nih^^

Bismillahirahmannirahim...

Akhirnya bisa launching juga blog baruku ini, Insya Allah mulai hari ini Sabtu, 5 September 2009 (pukul 09:28) dan seterusnya blog ini akan meramaikan dunia para blogger.

Mungkin tak banyak yang bisa kubagi lewat blog ini tapi aku sangat berharap apa yang kubagikan bisa bermanfaat buatku maupun buat semua teman - teman yang membaca blog-ku ini. Blog ini akan berisi semua sisi tentang duniaku, semenjak aku lahir hingga saat ini aku masih diijinkan bernafas.

Kayaknya ga perlu panjang lebar deh basa - basinya, so langsung posting aja yuks!

Selamat datang buat semuanya.......^^

Get Well Soon My Sweety

  Ini adalah catatan pertamaku di tahun 2022, catatan pertama yang diawali dengan kesedihan. Kesedihan karena tulisan ini aku buat saat seda...